Jumat, 03 Juni 2011

Kiat Unggul di Bisnis Logistik


Sukses di bisnis logistik gampang saja. Jurusnya: bangun semua lini!
Sekilas bisnis logistik tampak sederhana: memindahkan barang dari satu titik ke titik lain, atau ke gudang pelanggan, atau ke kota lain. Namun, benarkah hanya demikian? 
Kalau ditengok lebih dalam, bisnis logistik begitu kompleks. Selain kecepatan, ada banyak aspek yang harus ditangani. Belum lagi bicara pemasaran jasa logistik yang persaingannya cukup ketat. Akan tetapi, bukan berarti tak ada jalan sukses. Ada sejumlah lini yang mesti diperkuat. Apa saja?
“Faktor terpenting adalah SDM. Dengan SDM memadai, perusahaan logistik bisa memberikan kualitas terbaik, lalu bertahan dan unggul dalam kompetisi,” Iman Kusnadi, Direktur Logistik APL Logistics Indonesia, menandaskan. 
Sayangnya, lanjut Iman, justru pada aspek inilah kelemahan di Indonesia. Dia melihat masyarakat Indonesia masih awam terhadap dunia logistik sehingga tak banyak SDM yang tertarik menekuni industri ini. “Padahal, industiri logistik bisa menjadi karier yang menjanjikan.” 
Zaldy Ilham Masita mengamini. Ketua Asosiasi Logistik Indonesia yang juga Direktur Operasional PT Linfox Logistics Indonesia ini melihat sekolah logistik di Indonesia muncul agak telat, baru muncul 1-2 tahun terakhir. Yang cukup dikenal adalah Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti dan Sekolah Tinggi Widyatama Jurusan Logistik. “Dari sisi SDM kita sangat jauh ketinggalan dari beberapa negara Asia. Ketinggalan 30 tahun dibanding luar Asia. Akibatnya, industri logistik kita menjadi tidak efisien karena cost cukup tinggi,” katanya. 
Zaldy kemudian merinci, komposisi biaya yang sekarang harus dibayar untuk pekerjaan logistik di Indonesia lebih tinggi dibanding negara lain. “Cost logistik kita 25%-30% dari GDP. Padahal, Thailand hanya 15%-19%. Apalagi Amerika Serikat yang hanya 10% dari total GDP, sedangkan Singapura 12%,” paparnya.
Melihat kondisi itu, setiap perusahaan harus punya jurus untuk menyiasatinya. APL lebih memilih memberikan pengembangan dan pelatihan sendiri kepada semua tenaga kerjanya. Agar bisa expert, SDM harus melewati tiga fase: implementasi, operasional dan peningkatan. “Setelah itu, baru dia matang sebagai seorang logisticer,” ujar Iman.
Pandu Logistics punya cara lain. Meski mencari SDM terbaik sulit, seperti dikatakan Wahyu Tunggono, Direktur Pengelola PT Pandu Siwi Sentosa, pihaknya tetap berusaha merekrut orang-orang pilihan. “Kami utamakan dari karakter individunya terlebih dahulu. Setelah itu, perusahaan akan meningkatkan knowledge lewat program-program pelatihan,” kata Wahyu. 
Selain SDM, lini yang mesti dikuatkan adalah pelayanan. Bisnis logistik adalah bisnis jasa. Di sini, pelanggan tidak bersentuhan dengan barang, melainkan pelayanan. Jadi, pelayanan mesti sangat prima. Namun, kepuasan pelanggan tak hanya diukur dari seberapa mampu perusahaan logistik bisa tepat waktu. Aspek administrasi pun harus oke. Sistem administrasi yang rapi memungkinkan pemberian informasi dan laporan kepada klien dengan cepat sesuai dengan kebutuhan. Ini artinya, backbone harus kuat. “Mutlak butuh sistem IT. Pandu Logistik telah mengandalkan sitem IT seperti tracking lewat website dan SMS. Selain itu, ada juga sistem IT untuk men-support warehouse management,” Wahyu menjelaskan. 
Prinsip APL tak jauh berbeda. Demi memastikan pelanggannya puas, diterapkan total quality management. Semua lini bisnisnya mempunyai divisi service integrity. “Kami punya satu departemen service integrity yang memastikan setiap departemen itu comply dengan proses dan prosedur yang sudah ditetapkan,” kata Iman. Menurutnya, total quality management inilah yang membuat APL solid di industri logistik di Indonesia. Service integrity ini bisa mengaudit tiap departemen, baik HR maupun keuangan.
Kekuatan SDM, pelayanan, teknologi informasi dan kontrol mutu adalah lini yang menentukan sukses-tidaknya perusahaan logistik. Namun dalam urusan strategi bisnis, perusahaan logistik harus memiliki visi yang jelas untuk perkara cakupan wilayah pelayanan. Maklum, pelanggan tentu ingin barangnya terkirim ke tempat mana pun. Alhasil, strategi perluasan area mesti cermat dilakukan.
Iman menjelaskan, pihaknya memilih menggandeng mitra lokal di daerah. “Kami lebih banyak berperan di accounting management di high level. Eksekusi lapangan dan area kami serahkan kepada local partner,” ujarnya. Karena memiliki jejaring global, APL juga memiliki klien dari berbagai negara. Mereka pun menerapkan account global management dengan membagi-bagi “kue”-nya kepada mitra lokal. Dengan cara demikianlah APL bisa menjangkau pasar lebih cepat dan lebih luas dibandingkan ekspansi langsung. 
Karena perusahaan multinasional, Iman mengaku pihaknya tidak bisa berinvestasi langsung. “Kami di-barrier untuk tidak melakukan investasi dalam bentuk direct investment di Indonesia,” katanya. Jadi, hanya bisa joint venture dengan mitra lokal untuk membangun jaringan gudang, infrastruktur dan transportasi. 
Lain APL lain pula Pandu Logistics. Karena pertimbangan sustainability, Pandu memilih investasi langsung. Apalagi sebagai pemain lokal, hal itu sangat dimungkinkan dan tak banyak hambatan. Saat ini Pandu memiliki sekitar 200 unit truk untuk wilayah Jakarta saja, belum termasuk 154 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Pandu yang memiliki 2.000-an karyawan melayani klien-klien ternamanya seperti Telkom, Kalbe Farma dan Toyota. Ke depan, Pandu ingin berekspansi ke tingkat ASEAN. 
Menurut Zaldy, pemain lokal yang ingin eksis, selain memperkuat lini-lini di atas (SDM, dst.), juga harus memperbaiki proses bisnis. “Proses pengiriman barang yang punya banyak alur ini harus dikuasai. Tidak hanya sekadar mengirim barang,” katanya. Perusahaan lokal, lanjutnya, juga perlu keberanian untuk berinvestasi termasuk kalau mesti merekrut ekspat dengan harapan bisa melakukan transfer pengetahuan. 
Selain itu, tiap perusahaan juga perlu mengembangkan kompetensi inti yang menjadi kekuatan bisnisnya. Zaldy mengambil contoh Linfox. Perusahaan ini justru mensubkontrakkan beberapa pekerjaan fisik seperti kurir, forwarding dan warehouse ke pihak lain. Perusahaannya lebih banyak menjual software. Dia menyayangkan banyak perusahaan logistik di Indonesia yang sangat tidak efisien. Contohnya, soal kendaraan, mereka membeli banyak armada bak perusahaan anggota Organda sementara muatan sering kosong. 
Last but not least, untuk bisa memenangi persaingan, juga bukan hanya bicara aspek harga: berani banting diskon. Harus ada inovasi untuk penyempurnaan pelayanan. Pelaku juga dituntut mengikuti tren di industrinya. Dengan cara itu, setiap ada permintaan dari pelanggan yang menuntut provider menerapkan proses bisnis terbaru, maka perusahaan tidak kelabakan. 
Alhasil, kalau jurus-jurus di atas sudah dikuasai, jalan sukses di bisnis logistik telah dijejak. ***
Oleh : Sudarmadi
Reportase: Ahmad Yasir Saputra, Husni Mubarak dan S. Ruslina
sumber: swa majalah